30 Maret 2014

Melepaskan Rasa Rendah Diri

Standard
Aku pernah berkata ingin menjadi rumput saja yang tenang, tanpa melakukan apapun aku akan bahagia dan tidak mengapa terinjak sekalipun aku bertahan, aku tenang dan senang dimainkan angin.

Nayatanya pernyataanku menjadikan diri tidak bisa bersaing, aku lebih suka membiarkan orang lain menjadi terbaik sementara diri bersorak atas kemenangannya tanpa mengambil bagianku untuk bisa menjadi terbaik pula.

Inilah pangkalnya, "mangga tipayun?" aku selalu berkata demikian. Ini pangkal saat aku mulai merasa tidak berguna dan merasa tidak memiliki apapun untuk kubanggakan pada diriku sendiri.

Rupanya penyakit ini semakin lama, semakin merasuk pada jiwa. Aku mengalami banyak ketakutan, ucapanku tidak fokus, lalu aku mencari diriku. Apa yang aku inginkan, aku pun tak tahu.

Tiba-tiba saja aku merasa punya sikap untuk menjadi demikian-demikian, nyatanya aku menutup kelemahanku tentang rasa rendah diriku yang teramat dalam. Aku ketakutan.

Tekanan demi tekanan terus memaksaku menjadi rumput yang tak lagi tenang, aku bergoyang ditiup angin, berembun tersering aku menangis, orang mulai mengataiku aku rumput liar, aku rumput yang tak gna. Lalu aku mengambil hati untuk semua perkataan itu. Lalu semakin dalam lah persaan rendah diriku.

Sampai suatu ketika, dalam ambang ketakutanku, semakin tak sanggup ajalani hidup dengan mental seperti ini. Aku mencari seseorang. Seseorang itu menunjukkan aku untuk membatalkan pikiranku yang hanya ingin jadi rumput, "Berprestasilah!" tunjukkan yang kamu bisa. Dunia ini kehidupan ini seni drama, seorang aktor harus menunjukan permainannya.

Aku sadar, benar. Hidup ini perlombaan, fastabikul khairat! Tidak ada yang meang yang kalah, semua akan masuk ek garis finish, hanya akan jadi yang pertama atau terakhir.

Lalu, kemenangan sejati tidak terletak pada hasil proses. melainkan pada sikap kita menjalaninya.

Bersikaplah sebagai seorang pemenang, walau hatimu berkecamuk kencang, walau jiwamu mengacau. Sebutlah Allah sebanyak-banyaknya.

Ini hidup yang harus diperjuangkan sebagai anak tangga menuju kehidupan yang kekal.
Contohlah para istri yang luar biasa, mereka tawadhu namun berprestasi: Khadijah Al-Kubra, Aisyah binti Abu Bakar, Fatimah binti Rasullulah!
Contohlah, mereka tak pernah rendah diri, mereka percaya pada kekuatan dirinya dan melakukan yang terbaik dengan sikap yang sederhana. Tawadhu bersahaja dalam prestasi yang tak bisa diukur dunia. Keagungan bersikap. Jadilah dirimu sholeha, meski tak mampu memotivasi orang, kamu harus jadi motivasi untuk dirimu sendiri, siapa tahu menginspirasi!

Az.