18 Maret 2017

jari tentara

Standard
Rindu adalah jelmaan kematian yang mengintai
Sedangkan jari-jari kita adalah tentara yang berjuang

Aku ingin menghentikan tentara itu untuk diam sejenak, tapi aku tak mau menjadi orang lain. Lalu kubiarkan ia mengetik lagi, di malam-malam sunyi, saat semuanya lelap. Apakah untuk mengklarifikasi segala jenis tuduhan yang menyakitkan? Tidak.

Ada saatnya, kita tak perlu menjelaskan apapun tentang diri kita pada orang lain, tentang keputusna kita, tentang sikap kita, tentang kelakukan kita, tentang tulisan kita... akan ada saatnya orang itu tahu dan paham sendiri terhadap apa yang menjadi keputusan kita, akan ada saatnya...

Karena aku sellau yakin, tak usah kita payah-payah menjelaskan siapa kita pada orang lain, toh orang yang mencintai kita tak membutuhkannya, pun orang yang membenci kita tak akan mempercayainya. Biarkan saja, abaikan, skip, tetap baik sangka, tetap mendoakan, tetap mendoakan kebaikan... karena hakikat manusia adalah makhluk yang bermoral, yang dalam hatinya akan cenderung pada kebaikan, dan berpotensi menjadi baik terus menerus... juga kita, aku tak mau menjadi hakim untuk siapapun, entah diriku sneidri, dia,, atau kamu.. bukankah kamu juga begitu?

Aku lelah membahas ini lagi, terus menerus, tapi kiranya ini sangat penting bagi kita.
Bahwa apapun yang menimpa kita yang berhubungan dengan orang lain, aku ingin menegaskan satu hal: aku tak akan membenci siapapun. Apakah itu juga berlaku untuk kamu?

Dear waktu, tunjukan padaku hati yang terjaga?

Rabb, tarbiyahlah diri ini dengan segala yang kurasakan, segala yang kuterima.

Jangan biarkan hati ini beku karena nasihat. Bersihkanlah diri ini dari debu-debu pengotor jiwa.

Bismillah, kuatlah, karena Allah tahu dan kamu tak perlu menjelaskan apapun.
Tetap tenang dalam diam, dan tetap berbuat dalam hening.
Setiap kata yang keluar dari lisan kita akan di hisab, berkata yang baik lah salihah.
Allah mudahkanlah urusanku, dan sampaikanlah aku pada Mu melalui penghamabaanku yang cacat ini.

Allahu ghoyatuna...




13 Maret 2017

Cahaya Bulan

Standard
Hari ini aku bertanya, pada diriku yang sendirian di tengah keramaian diantara mobil yang mendenging, klakson yang menusuk telinga, membelah jalanan kota... aku terus bertanya pada diriku, siapa aku, menagpa aku di sini, apa yang kucari, siapa aku sekarang, mengapa aku sibuk sendiri?

Tiba-tiba saja, perasaan berat itu ada di dalam dadaku, memukul seperti godam, sampai terasa sesak.
Aku sendirian, sedangkan aku kecil, ku tatap langit dari celah jendela, benar betapa aku lemah, lihat... jika mobil ini masuk jurang, sedang aku ada di dalamnya, lalu aku bisa apa? 
Segera kutepis pikiran buruk itu, ada apa denganku, mengapa pikiranku meracau.

Buih-buih kegamangan itu masih tersisa, semestinya aku sudah berubah, bukan lagi manusia bimbang dan galau, apalagi kembali dari titik nol, titik aku mencari diriku... atau akan terus kucari sesautu hal, apa yang kucari, aku tak mau mencari apa yang bertentangan dengan hatiku.

Wajah Mu menyapaku, desiran angin menyelinap, tuas-tuas jendela yang dibuka mengabarkannya...
Aku sadar tentang keputusanku hari ini, akan menjadi tidak mudah untuk di jalani, karena aku akan berkali-kali membunuh diriku, melukai hatiku, dan terus seperti itu sampai aku yakin merasa terbebas. Siapa yang akan membebaskanku?

Jika boleh aku menoleh atau mengintip jalan hidup orang lain, aku melihat dalam usianya yang sama dneganku 24 menuju 25, sudah nampak sisi kedewasaan dalam dirinya, apa yang ia pikirkan bukan lagi soal mati-matian berada pada jalan yang benar, tapi bagaimana menebar jalan kebenaran itu agar dapat dinikmati banyak orang. Ah, Allah, rupanya aku masih belum selesai dengan diri sendiri.

Aku termenung di tepi danau, menatap lekat ketenangan yang biru, jernih air gemericik, permukannya mengkilau di basahi cahaya bulan. Aku sendirian, dalam alam pikiran. Menemui seseorang yang bernama kekosongan, memulai bercakap dengannya dengan bahasa isyarat.

Lalu aku tak mampu melanjutkan tulisan ini, mataku berkaca-kaca. Pipiku basah, ini kah sajak kerinduan itu, juga sajak takut yang ku bacakan setiap malam.

Aku takut kehilangan wajahMu, karena banyak sebab.
Aku takut hatiku melupa, karena hal lain, -kepada Mu aku meminta perlindungan`

Sayangilah aku ya Allah, tidak ada yang mampu mencegah kebaikan, jika Engkau sudah menyayangi seorang hamba. 

Semoga cahaya bulan ini, adalah utusanMu untuk menenangkan jiwaku.