13 Agustus 2015

BUNGA

Standard
Sekuntum bunga yang tumbuh di sebuah pot di sudut rumah akan berbeda dengan sekuntum bunga yang tumbuh di taman terbuka.
Ada banyak cerita yang akan di lewati oleh si bunga pot di sudut rumah. Tapi amboi, bunga di taman terbuka akan rentan sekali oleh jamah tangan pendosa.

Bukankah...
Sebagai bunga, ia tak bisa protes atau sesukanya berpindah tempat, ia hanya menerima.
Toh bunga yang di pot di sudut rumah, ia tak mampu berkata, mungkin saja ia tak pernah memimpikan pergi ke taman, bukan? Saat pagi hari si empunya datang menyiraminya, mengambil helai daunnya yang jatuh, ia begitu suka cita. Itu sudak cukup baginya.

Begitu juga, bunga di taman terbuka mungkin ia selalu menantikan seseorang di sana, sekedar lewat atau duduk sebentar, lalu bercakap padanya lewat seulas senyum. Itu telah membuatnya lebih bermekaran setiap harinya.

namun yangg pasti, diantara keduanya... tak pernah memimpikan apa yang ada di luar keduanya, sehingga menyiksa semuanya. Cukup, itu baginya sudah cukup.

Keduanya begitu tekun dan istikomah dengan rasa penerimaannya.

Keduanya lebih sibuk memikirkan nikmat daripada rasa inginnya atau mimpinya.
Apa yang telah ia terima kini jadi semacam mabuk yang meinmbulkan syukur...

Ya, posisi keduanya, tempat keduanya memang membuat ia dan ia akan berbeda..
Keduanya pasti berbeda...
Tapi masing-masing ia, masing-masing mereka menjadi dirinya.

Adapun aku bukan bunga, aku bisa bergerak dan memutuskan.
Entah untuk ke depan, jika saja rasa jenuh telah membuatku lelah jadi bunga liar di taman terbuka, dengan ijin Mu Rabb, sampaikanlah rasa ingin tertutupku, untuk jadi bunga di pot sudut rumah.

Rabbi...

Jika aku masih senang menjadi bunga yang amat liar, dalam pandangan mereka yang tak terjaga, dalam hidup yang peuh liku, ke sana-sini sendiri. Suatu saat, dimana aku sungguh merindukan sebuah hunian, yang amat sepi karena buah hati yang tidur pulas, lalu ku putar surat Al-kahfi perlahan...

Dimana, bukan debu jalan yang singgah di wajahku, tetapi asap debu dapur untuk menyenangkan perut si teman hidup. Akan ada dimana bunga menjadi mekar di pot rumah, setelah ia diambil dengan terhormat oleh tukang kebun taman, dan dihadiahkan pada anak sulungnya yang salih.

Lalu ditempatkannya aku di sudut rumah, memberikan warna wangi dan kesegaran hijau.
Setiap pagi, menyapaku, bahkan sebelum embun.
Lalu, dimana nikmat yang kudustakan.

Begitulah saat ini, aku masih menunggu takdirku, tentang tukang kebun yang akan datang padaku. Memindahkanku dengan hati-hati, pada tahun-tahun ini, atau tahun-tahun depan, saat kemarau berlalu, dan musim penghujan datang, mengusir pergi.

Hatiku telah bahagia, kini dengan memimpikannya, sudah cukup membahagiakan. Tak boleh ada yang berteriak di rumahku, cukup senyap, lalu senyuman, lalu tertawa yang di tahan, saling sapa, saling mendoakan, saling meyayangi, hanya itu.

Impian sekuntum bunga di taman belakang. Mungkin hanya bunga rumput, yang tetiba bermimpi: angin menghantarkannya pada sebuah pot di sudut rumah. Bagaimana jika sebaliknya?

3 Agustus 2015

SELAMAT PAGI KESAYANGAN

Standard
Pagi, sesuatu dimulai sejak pagi... ia semangat atau tak semangat, dimulai sejak pagi. Bagaimana sikap ia kala hadapi udara yg terasa sejuk, bobo manis lagi tarik selimut, atau bergegas mandi, cuci ini itu, atau malah duduk sambil seruput kopi?

Aktivitas yang penuh nanti, tak usahlah menjadi trauma, hidup ini mudah kok, hanya pikiran saja yang kadang kala membuat ruwet...

Memiliki banyak tugas, memang sangat membebani, apalagi jika beban itu tak kunjung usai pula. Tugas yang tak usai itu karena diri tak dibiarkan fokus.
Kadang menyebalkan berada pada situasi yang tak kondusif untuk semedi, diam sedikit pasti diteriakin, Eli......................

Allahu Akbar! Ingin rasanya senyap, tetapi aku tak bisa senyapkan diri, rasanya aku pun sering ngerecoki orang kok... jadi anggap saja ini latihan!

Ketika semua orang bertanya jadwal harianku, bagaiamana pun itu sangat mengganggu konsentrasiku. AKu harus menjawabnya? Kalau kata ibu, eli apa susah sih jawab sebentar terus nulis lagi, kerjain tugas lagi?

Tapi ibu, itu sangat menjengkelkan, give me a time, please....
Ini saja, kamu punya waktu justru malah dibuang cuma buat nulis curhat aneh gak jelas ini?
Kalau terbaca orang, ini akan bikin semua tak nyaman karena mereka merasa telah ambil waktu kamu.

Oh mom, bukan itu maksudku. Aku ingin kita saling menghargai dalam hal waktu saja.

 Jadi, eli harus gimana?
Pertanyaan bagus yang berusaha nyari penyelesaian. kebingungan itu hanya ada dalam kepalamu sayang. Sini... tugas itu pasti berlalu dan selesai jika dikerjakan dengan baik sungguh-sungguh... 
Hadapi dengan senyuman, cintai dirimu, dan lakukan yang menurutmu baik, satu-satu saja..

Jangan menyalahkan orang, apalagi merasa tak punya waktu, naudzubillah.. ingat barokah waktu?
Allah yang memilki, meskipun banyak waktu dengan tugas yang sama, jika Allah inginkan mengerjakannya lama ya lama. Minta ke Allah agar tugas itu bisa selesai tanpa buang banyak waktu...

Sayang, banyak dan barokah itu beda. Begitu lah waktu yang kita miliki memang terbatas, itu sebabnya ia menjadi amat berharga kan?

Sekarang, jika terus terusan nyalahin situasi, kamu tak akan pernah menang!
Yok, anak ibu, atur ritme mu, dan ubah cara pandnagmu. Tersenyumlah!

Az.


Rasa suka yang berkurang?

Standard
Selepas mengganti nama di faesbuk dengan nama asliku, dan tentu saja menghapus semua kenangan tentang nama Zahraa.. aku mulai bertanya-tanya tentang isi hati sendiri.
"hei, benarkah engkau suka seseorang itu?"
"Entahlah, kok jadi pudar ya? Kayanya enggak!"

Polos kan?
Memang betul, jika perasaan terus ditanya: apa benar dia yang kamu sukai?
Kok hati jawabnya sering menyalahi.
Alasannya, kenapa pudar?
Mungkin karena kesibukan? Entah lah, tak usah memaksaku. Intinya ada beberapa hal yang memang akan hilang dengan sendirinya. Entah karena suatu peristiwa, ataupun sikap yang ditunjukkan olehnya saat menemui masalah, atau ya memang sudah waktunya pudar.

Tapi, jika saja bisa dicegah, aku ingin rasa suka itu tetap ada, tetapi malah tak bersisa, lalu ampasnya apa? Ampasnya hanya rasa "ilfil".

Entahlah, mungkin aku lelah, untuk sesuatu yang berharga saja bisa pudar, apalagi yang tak berharga.

benar saja, suka atau tak suka itu, Tuhan yang atur, seingin apapun suka, kalau tak suka ya enggak suka aja, titik. atau sebaliknya....

Menuliskan tentang suka atau tak suka, membuatku paham, hanya Allah yang paling kita cintai di atas segalanya.

1 Agustus 2015

ANAS!

Standard
Pagi ini saat hendak masak sayur kentang, ingat teteh.. tetiba saja, selintas, ingat jika Hp pun tak guna, karena tak berpulsa, lewat fb, line atau WA? Hp tetehku masih jaman dulu, yang tak sediakan aplikasi itu.
Akhirnya sambil mengupas kulit kentang, cuma bisa inget saja...
Tring! Hp bunyi, tepat! Itu tetehku, bertanya kenapa jarang sms, marah yah, apa kabarnya... dengan semangat aku balas panjang lebar, sembari curhat ini kentang enaknya diapain ya?
Cuss aja di send, dan hasilnya not deliver, Gagal Donk!
Karena rasa rindu yang tak terkira, mengontak beberapa teman "minta tolong" buat diisi in pulsa, walau tak sahut-sahut pula, dan akhirnya ada saja yang baik hati segera kirim. 30 menitan!
Pesan itu pun terkirim! Alhamdulillah.

Sekilas pesan itu datang lagi dengan isi yang lebih heboh, keponakanku ada yang melamar.
Usiaku dan keponakan hanya selisih satu tahun, sekarang aku segera menginjak 23, dia 22. Saat lebaran kemarin, aku bertanya ke kakak (Ummu nya keponakan itu), "Kapan teteh nikah?"
"Moal waka nikah saurna, ngantosan Bi Eli..."
"Oh..." aku tersenyum saja, "Ish!"

Saat ketemu juga sempat kubertanya langsung, "Udah mau nikah nih? Segera syawal hahaha..."
"Ih, bibi heula wae, abi mah ke atos bibi.."

Syukurlah jika akhirnya kabar itu datang, bibinya masih saja asyik dengan dunia sendiri.
Siapa, siapa yang lamar? Aku setengah kepo. Keponakan yang satu ini memang spesial: tidak suka pacaran, lebih banyak diam, calm lah, sederhana, cantik, bersih, putih dan baik hati... Ah kumaha bibi na da. Hei!

"Ke sini saja," jawab teteh enteng, membalas sms dengan enak, tak tahu adiknya kepo setengah mati.
"Namanya?"
"ANAS!"

Otakku berputar, Anas, Anas mana? Siapa Anas?
"Putranya Bapak A, Ibu B, teman liqoan teteh."

"Hah?"

Seperti halnya cincin yang tak akan tertukar masuk jari, yang baik selalu dipasangkan dengan yang baik, relasi baik-baiklah semua...

Aku melihat diriku, kurang baik, masih senang tertawa, kurang keibuan, dah panjang benar alasanku.
Syukurlah, kabar ini membahagiakan tapi juga menyedihkanku, karena itu tandanya, aku harus lebih berjuang untuk perbaiki diri!

Hikhikshik....