Hanyalah penuturan biasa, kata-kata biasa yang terlintas dalam pemikiran semua orang. Alih-alih tentang perasaan yang galau dan memihak penderita. Tapi mungkinkah ini masih di batas normal? Perasaanku yang mencintai seseorang yang belum halal untukku? Aku membenci diriku, ketakberdayaanku, kediamanku dengan alur-alur cerita ini, aku terhanyut dalam kebisuan yang aku tak pernah mengerti.Ya, tepat sekali. Seminggu yang lalu sebelum hari ini, ia datang jauh-jauh dari Jakarta untuk menemuiku. Aku tahu ia akan datang. Ya Rabb, ternyata ini berat untukku, berikan hamba pundak kekuatan, tunjukan jalan yang terbaik. Pukul 05.37 handphone ku berdering ringan, pesan baru masuk darinya, kubuka dan kubaca isinya kira-kira seperti ini “Ade, abi ada di depan kost mu, keluar ya?” pemberitahuan bahwa ia telah tiba dan harapan agar aku menyambut kedatangannya. Ada perasaan aneh yang menjalar bergemuruh dalam hitungan detik begitu cepat bergulir-gulir membuatku terpaku antara senang gugup dan takut.
Aku tahu ia tidak pernah mengingkari janjinya, selalu tepat waktu dan penuh komitmen, datang menemuiku hari ini, disela-sela kesibukan yang menghujani hari-harinya. Aku keluar dan menyambutnya dengan senyuman yang kubuat setulus mungkin, mempersilakannya masuk dan menawarkannya untuk segera ke WC dan menunaikan salat subuh, karena mungkin saja ia belum melaksanakan, perjalanan panjang Jakarta-Tasikmalaya telah menyita waktu yang cukup lama. Ya, ia salat dalam khusuknya.
“Ya Allah inilah orang yang hamba harapkan untuk jadi pendamping, kini ia ada disisi hamba namun belum dalam ikatan, apa yang hendaknya aku lakukan, lindungi hamba ya Rabb.” bisikku dalam hati. Perlahan ia menoleh dan menatap mataku dengan pesan yang tak bisa ku baca, namun aku bisa menangkap ketulusan dan kepercayaannya tentang hubungan ini. Ia nyatakan bahwa ia sangat merindukanku. Aku hanya tersenyum dan membiarkan ia berkata-kata. Ya Allah cukup bagiku kebahagiaan ini dengan aku dapat mendengar dan melihatnya baik-baik saja.
Semakin lama dan semakin khusuk ia menekuri wajah dan goresan hidupku, ia nyatakan dengan sangat lembut “Abi mencintai ade.” Aku semakin gugup, dengan kekuatan akhirnya aku berungkap juga, “Abi, ade hanya ingin abi segera menikahi ade, ade gamau pertemuan selanjutnya akan selalu menjadi dosa.” pelan dan lirih.
Ia tersenyum dan meraih genggamanku dan menyatakan bahwa ia segera akan menikahiku untuk menjaga kesucianku. “Ia ade sayang, sabar ya!” bujuknya kembali memenangkan hatiku yang arang melintang dalam kesedihan dan ketakmampuan membencinya. Selalu cinta yang kutunjukan padanya tanpa sisa, sunguh cinta.
Bagiku ia sosok sempurna, berpaut satu tahun usianya denganku. Kini ia tengah kuliah sekaligus bekerja di ibu kota sana. Sebenarnya ia bukanlah lelaki tampan, bukan lelaki kaya raya, ia hanyalah lelaki pekerja keras, hidup dengan terbata-bata dan perih. Ya Allah mengapa hatiku selalu memenangkan ia?
Mungkin pertemuan ini sebentar, namun sangat mengusik hari-hariku. Terbayang setiap waktu dan kesempatan. Masih sangat terasa ketika ia masih ada disisi, terasa saat ia menyatakan akan menjadikanku putri dihatinya dalam ikatan yang halal. Ya Rabb ku, ijinkanlah.
+6281807313***
“De kata mamah abi, kita gabisa segera menikah, maaf. Tunggu empat tahun lagi ya. Mamah mau abi selesaikan dulu kuliah. De maaf ya untuk keputusan ini. Ade juga selesaikan dan fokus kuliah ya. Wasalam.”
Semakin bertambah waktu, sungguh kenyataan ini semakin suram. Aku takut aku mencintainya dalam komitmen yang kotor. Aku takut menodai cinta yang sesungguhnya Allah gariskan adanya dalam kesucian. Aku takut aku tak bisa menahan kedua mataku untuk menunduk dari penglihatanmu. Aku takut aku tak bisa mengekang pikiranku dari mengingat dan memikirkannya. Sungguh dilematis yang menuntutku mengambil keputusan. Aku bimbang.
+6281807313***
“De, abi mau ke Tasik lagi nanti tanggal 1, tahun baruan sama ade ya?”
Semakin ketakutan, galau ini menyergap. Ku balas dengan kata maaf, aku tak akan bisa lagi menemuinya sampai empat tahun kelak ketika ia datang mengkhitbahku. Aku tahu ini resiko, ini konsekuensi dari pilihanku dulu. Aku harus siap dengan segala yang akan terjadi.
Aku menangis, sungguh kesedihan dalam bingung yang memojokkan hatiku sendiri. Oh Tuhan air mata ini hanyalah menangisi kebodohanku, air mata ini dalam kekeliruan, harusnya aku menangis karena dosa-dosaku pada Mu yang teramat banyak, sangat banyak. Bukan tangisan hanya karena aku mencintai hamba Mu yang belum waktunya aku mencintainya.
Harus tegas, akidahku membutuhkan ketegasan sikap. Wahai jodohku, datanglah padaku tepat pada waktunya. Aku menyerah dalam hati yang beku, dalam keinginan yang tertindas. Sayup ku dengar Tashiru bernyanyi dalam syairnya Maaf Tuk Berpisah yang senantiasa menguatkan hari yang ku jalani:
Kau tahu tentang hatiku
Aku tahu ia tidak pernah mengingkari janjinya, selalu tepat waktu dan penuh komitmen, datang menemuiku hari ini, disela-sela kesibukan yang menghujani hari-harinya. Aku keluar dan menyambutnya dengan senyuman yang kubuat setulus mungkin, mempersilakannya masuk dan menawarkannya untuk segera ke WC dan menunaikan salat subuh, karena mungkin saja ia belum melaksanakan, perjalanan panjang Jakarta-Tasikmalaya telah menyita waktu yang cukup lama. Ya, ia salat dalam khusuknya.
“Ya Allah inilah orang yang hamba harapkan untuk jadi pendamping, kini ia ada disisi hamba namun belum dalam ikatan, apa yang hendaknya aku lakukan, lindungi hamba ya Rabb.” bisikku dalam hati. Perlahan ia menoleh dan menatap mataku dengan pesan yang tak bisa ku baca, namun aku bisa menangkap ketulusan dan kepercayaannya tentang hubungan ini. Ia nyatakan bahwa ia sangat merindukanku. Aku hanya tersenyum dan membiarkan ia berkata-kata. Ya Allah cukup bagiku kebahagiaan ini dengan aku dapat mendengar dan melihatnya baik-baik saja.
Semakin lama dan semakin khusuk ia menekuri wajah dan goresan hidupku, ia nyatakan dengan sangat lembut “Abi mencintai ade.” Aku semakin gugup, dengan kekuatan akhirnya aku berungkap juga, “Abi, ade hanya ingin abi segera menikahi ade, ade gamau pertemuan selanjutnya akan selalu menjadi dosa.” pelan dan lirih.
Ia tersenyum dan meraih genggamanku dan menyatakan bahwa ia segera akan menikahiku untuk menjaga kesucianku. “Ia ade sayang, sabar ya!” bujuknya kembali memenangkan hatiku yang arang melintang dalam kesedihan dan ketakmampuan membencinya. Selalu cinta yang kutunjukan padanya tanpa sisa, sunguh cinta.
Bagiku ia sosok sempurna, berpaut satu tahun usianya denganku. Kini ia tengah kuliah sekaligus bekerja di ibu kota sana. Sebenarnya ia bukanlah lelaki tampan, bukan lelaki kaya raya, ia hanyalah lelaki pekerja keras, hidup dengan terbata-bata dan perih. Ya Allah mengapa hatiku selalu memenangkan ia?
Mungkin pertemuan ini sebentar, namun sangat mengusik hari-hariku. Terbayang setiap waktu dan kesempatan. Masih sangat terasa ketika ia masih ada disisi, terasa saat ia menyatakan akan menjadikanku putri dihatinya dalam ikatan yang halal. Ya Rabb ku, ijinkanlah.
+6281807313***
“De kata mamah abi, kita gabisa segera menikah, maaf. Tunggu empat tahun lagi ya. Mamah mau abi selesaikan dulu kuliah. De maaf ya untuk keputusan ini. Ade juga selesaikan dan fokus kuliah ya. Wasalam.”
Semakin bertambah waktu, sungguh kenyataan ini semakin suram. Aku takut aku mencintainya dalam komitmen yang kotor. Aku takut menodai cinta yang sesungguhnya Allah gariskan adanya dalam kesucian. Aku takut aku tak bisa menahan kedua mataku untuk menunduk dari penglihatanmu. Aku takut aku tak bisa mengekang pikiranku dari mengingat dan memikirkannya. Sungguh dilematis yang menuntutku mengambil keputusan. Aku bimbang.
+6281807313***
“De, abi mau ke Tasik lagi nanti tanggal 1, tahun baruan sama ade ya?”
Semakin ketakutan, galau ini menyergap. Ku balas dengan kata maaf, aku tak akan bisa lagi menemuinya sampai empat tahun kelak ketika ia datang mengkhitbahku. Aku tahu ini resiko, ini konsekuensi dari pilihanku dulu. Aku harus siap dengan segala yang akan terjadi.
Aku menangis, sungguh kesedihan dalam bingung yang memojokkan hatiku sendiri. Oh Tuhan air mata ini hanyalah menangisi kebodohanku, air mata ini dalam kekeliruan, harusnya aku menangis karena dosa-dosaku pada Mu yang teramat banyak, sangat banyak. Bukan tangisan hanya karena aku mencintai hamba Mu yang belum waktunya aku mencintainya.
Harus tegas, akidahku membutuhkan ketegasan sikap. Wahai jodohku, datanglah padaku tepat pada waktunya. Aku menyerah dalam hati yang beku, dalam keinginan yang tertindas. Sayup ku dengar Tashiru bernyanyi dalam syairnya Maaf Tuk Berpisah yang senantiasa menguatkan hari yang ku jalani:
Kau tahu tentang hatiku
Yang tak pernah bisa melupakanmu
Kau tahu tentang diriku
Yang selalu mengenangmu selamanya
Kini Kusadari bahwa semua itu
Kau tahu tentang diriku
Yang selalu mengenangmu selamanya
Kini Kusadari bahwa semua itu
Adalah salah dan juga keliru
Akan membuat hati menjadi ternodai
Maafkan lah sgala khilaf yang tlah kita lewati
Akan membuat hati menjadi ternodai
Maafkan lah sgala khilaf yang tlah kita lewati
T’lah membawamu ke dalam jalan yang melupakan Tuhan
Kita memang harus berpisah tuk menjaga diri
Untuk kembali arungi hidup dalam ridlo Ilahi
Kutahu bahwa dirimu
Kita memang harus berpisah tuk menjaga diri
Untuk kembali arungi hidup dalam ridlo Ilahi
Kutahu bahwa dirimu
Mendambakan kasih suci yang sejati
Kuyakin bahwa dirimu
Merindukan kasih saying yang hakiki
Dan bila takdirnya kita bersama
Kuyakin bahwa dirimu
Merindukan kasih saying yang hakiki
Dan bila takdirnya kita bersama
Pastilah Allah kan menyatukan kita.
Awal tahun 2012 ini, aku menyambut dengan semangat Lillah. Dihantar doa yang kupanjatkan, ya Allah lindungilah hamba, tetapkan dalam hatiku iman dan islam, kuatkan keyakinanku dalam jalan kebenaran, kokohkan aku dari setiap keraguan. Aamiin. Ya Allah lindungi pula ia untuk tetap semangat dan sehat selalu. Aku titipkan ia, calon suamiku kepada Mu. Hanya Engkau duhai yang paling Maha Mencinta dan Maha Menentukan.
Awal tahun 2012 ini, aku menyambut dengan semangat Lillah. Dihantar doa yang kupanjatkan, ya Allah lindungilah hamba, tetapkan dalam hatiku iman dan islam, kuatkan keyakinanku dalam jalan kebenaran, kokohkan aku dari setiap keraguan. Aamiin. Ya Allah lindungi pula ia untuk tetap semangat dan sehat selalu. Aku titipkan ia, calon suamiku kepada Mu. Hanya Engkau duhai yang paling Maha Mencinta dan Maha Menentukan.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusperbaiki diri kita masing-masing^^
BalasHapus