17 April 2012

Saat Semua Semu

Standard
Minggu malam, tanpa sengaja lewat jejaring sosial facebook aku ketikan sebuah nama, sahabat lama yang lama tak jumpa sejak perpisahan itu. Sejak kami memutuskan berpisah dan berjuang dengan impian masing-masing, saat saling berangkulan dan melepas air mata kepercayaan bahwa suatu saat kami akan berkumpul dengan penuh keharuan. Sahabat yang pertama-tama mengenalkan ku pada arti Tuhan dalam hidupku, sahabatku yang sering sms hanya untuk mengingatkan jika aku terlambat solat isya. Dulu saat kami masih berseragam abu, ketika aku menangis, dia bertanya mengapa? ketika dalam hidup yang ku lalui sendiri ia tersenyum dan menyodorkan ku Taj Mahal, mengenalkanku pada sosok Isa da Azzura. Sejak itu kedekatan  terjalin, saat ia sering bergumam sendiri dan aku mulai mencuri dengar. Ia terpejam dengan ayat-ayatnya. Selesai ia bergumam, kemudian tersenyum dan mengajakku pun untuk seperti ia. aku mulai melapalkan pula, mulai dari ayat yang pernah kuhapal, hingga mulai lah masuk pada surat "demi Malam". Ia terus memantau ku, hingga suatu hari ia mengajakku di suatu sore untuk ikut dalam sebuah pertemuan. Dalam pertemuan itu ada banyak sekali perempuan yang pendiam dan malu-malu. Ia berkata ini namanya liqo (halaqoh), aku masih tak mengerti. Dan seperti biasa aku tak pernah protes, tetap mengikuti petunjuknya, terlanjur mencintai sahabat ini.

Ia sungguh amat aku rindukan saat ini, hingga air mata ini tak terbendung lagi ketika aku mengingatnya, Dimanakah ia ya Allah. Pertemukan kami dalam indahnya ukhuwah.................

Suatu hari di Kampus yang baru aku masuki, kebetulan semester 1 ini mengkontrak mata kuliah PAI, dan di akhir semester Pak Dosennya menyarankan untuk penambah nilai UAS dengan hapalan Qur-an minimal 5 surat mulai dari As-Samsy, ya Allah dulu hamba beruntung telah melafalkannya dengan sahabat itu, sekarang di saat semua orang berpayah-payah dengan hapalannya. Allah...

Saat kenangan itu kembali, ia menghilang padahal tertanggal 4 Maret itu ia masih memberi kabar dengan smznya tentang perubahan yang hakikanya adalah kepastian itu, ia terlihat bermuram. Sahabatku kau telah ajarkanku suatu hal, ketika persahabatan ini mulai ku sadari, aku menagis ketika kau tak ada lagi. Jauh dan tak berbekas. ketika kita masih beriang ria, kau selalu duduk dibelakangku saat abu abu itu, dan bersama-sama menyanyikan lagu-lagu kesukaan mu, edcoustik tashiru dan brother. Kita pemilik suara fals dan berlantun dengan sorotan mata teman2 lain yang memandang aneh.

Dimanakah engkau sekarang aku merindukan mu duhai pemilik mata bening dengan ketegasan itu. Aku masih merindukan pisang goreng mu, atau nasi goreng pedas. Atau apalah tentang mu. Aku merindukan mu. Sungguh...

Duhai Allah, jagalah dimana pun ia berada. Agachi bunga yang berseri-seri.

0 komentar:

Posting Komentar