Dinukil
dari buku : fiqih wanita 4 Madzhab. Dr. Muhammad Utsman Al-Khasyt.
Allah berfirman dalam surat At-Taubah (9) ayat 71,
Allah memposisikan sebuah komunitas (masyarakat) sebagai sebuah amanah yang
harus diemban setiap mukmin dan mukminah
yang mendambakan “cahaya”. Allah menetapkan bahwa masing-masing dari mereka
sebagai penanggung jawab atas amanah tersebut, tidak ada pengecualian, baik
laki-laki maupun wanita. Tentu saja, seorang
wanita tersebut berbuat masih dalam koridor yang sesuai dengan fitrah
dan keilmuan wanita yang memudahkan mereka memahami berbagai persoalan dan
menyampaikan kritik (amar ma’ruf nahi munkar) sesuai kemampuan.
“Man lam yuhtamma biamril muslimiina falaisa minhum”, barang siapa yang tidak memiliki kepedulian terhadap urusan muslimin, maka ia bukan termasuk golongan mereka.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Berangkat dari hak seorang wanita, tugas dan amanah yang Allah berikan yang merujuk pada ayat Al-Quran dan hadist di atas, maka merupakan sebuah hak untuk wanita menyalurkan suara dalam pemilihan atau mencalon dirinya untuk dipilih. Bagi wanita yang kompeten, mereka memiliki hak untuk mengkritik dan mengawasi, karena dengan dua pekerjaan itu tercakup amal ma’ruf dan nahi munkar. Hak ini juga termasuk dalam kerangka memperhatikan urusan muslimin, dimana Rasul menetapkan memperhatikan urusan muslimin sebagai bentuk afiliasi terhadap jama’atul muslimin. Apalagi jika untuk urusan yang khusus berkaitan dengan kaum wanita, dimana kaum wanita tentunya lebih paham dari kaum laki-laki.
Dibenarkan pula seorang wanita menjadi pemimpin dalam wilayah kekuasaan yang khusus seperti kepala sekolah, kepala rumah sakit, lembaga-lembaga social, atau bahkan lembaga-lembaga ekonomi. Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab sebagaimana diketengahkan oleh Ibnu Hazm bahwasanya Umar pernah mengangkat As-Syifa’ untuk menjadi kepala pasar.
Namun, ada wilayah kekuasaan yang dilarang bagi kaum wanita untuk menjabatnya, yakni yang berkaitan dengan al-wilayatul uzhma (wilayah kekuasaan yang sifatnya menyeluruh) yakni khilafah (termasuk didalamnya adalah menjadi PRESIDEN, RATU, dan JABATAN SEJENIS).
Rasululloh berkata: Layyufliha koumuw wala u amrohumum ro atan, tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan kekuasaan mereka kepada seorang wanita (HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Ahmad).
Hadist ini dimaksudkan kepada cakupan wilayah yang sifatnya menyeluruh, bukan berkenaan dengan al-wilayah al-khoshshosh. Sebab Rasul mengucapkan ini adalah tatkala beliau mendengar kabar bahwa masyarakat Persia telah mengangkat Putri Kisra sebagai ratu mereka.
Nah, jadi sahabatku para wanita, wanita sholihah, para istri dan calon istri, para ibu dan calon ibu, telah terang benderang bahwa menjadi seorang politikus, perwakilan rakyat, atau sejenisnya dan bahkan menjadi pemimpin itu diperbolehkan, asalkan tidak dalam wilayah kekuasaan yang menyeluruh. Sesungguhnya Allah membatasi kita bukan karena tak percaya dengan kemampuan kita, namun karena kita adalah wanita teramat istimewa yang lebih banyak mendahulukan hati dan perasaannya dibandingkan akal dan logikanya J. Seorang wanita lebih peka dan sensitive, lebih lembut dan halus perangainya, maka berbuatlah dengan fitrah itu. Namun demikian, Seorang laki-laki, seorang pemimpin akan didampingi oleh seorang wanita yang kuat dan lembut, yang akan memberikan ketenangan dan kepercayaan kepadanya. Dan hanya wanita solhihah lah yang akan dipilih dan terpilih. Sebagaimana Khodijah Al-Kubra, marilah sahabatku kita berpolitik didalam rumah kita J mengarahkan, menenangkan, serta menyertai para suaminya untuk membuat keputusan yang Allah ridhoi, se-adil-adilnya dan sebijak-bijaknya. Bukan sebaliknya untuk memanasi suami untuk menumpuk harta dan menambah koleksi perhiasan L
Wanita yang masih sendiri, yang menjanda, yang masih gadis… Mari berlomba-lomba mendapatkan jodoh seorang pemimpin, bahkan Presiden J agar secara tidak langsung engkaupun ikut mengurus ummat secara keseluruhan, dengan keringat, darah, segep perhatian yang tercurah menyertai para suaminya.
Dibalik kesuksesan seorang laki-laki soleh nan hebat, pasti ada seorang wanita tegar nan sholihah yang menyertainya dan mencintainya. Berlian tak pernah jauh dari tangan seorang kaya-raya.
Allah memasangkan segalanya sesuai dengan derajat kepantasannya.
Jadi wanita, berjuanglah dan bersemangatlah. Peranmu dirindukan, peranmu dinantikan, majulah, dan tunjukanlah bahwa dirimu selain bisa dipimpin juga bisa memimpin. Wanita bergeraklah dan tundukanlah pandangan-pandangan jahil itu, tak ada yang berhak menyepelekan dan meremehkanmu. Namun demikian tetaplah dalam rumahmu tetaplah dalam fitrahmu, dengan penuh kerendahan hati, tetaplah dalam naungan suamimu atau orang tuamu dalam ketawaduan. Wanita kau begitu special, Tuhan memuliakanmu. Bahkan karena cintanya kepadamu, Allah mengabadikan mu dalam titah dan sabdanya, Ia namai “An-Nisa” bukan “Ar-Rijal”. Tersenyumlah wanita, wanita karir (pebisnis, guru, penulis, dokter, politisi, dll), wanita ibu rumah tangga (Ibu Negara, Pendidik Terbaik), wanita-wanita suci, mari memperbaiki diri menjadi wanita shalilah, kau satu-satunya perhiasan dunia yang paling MAHAL dan TAK TERBELI. Sekali lagi: ALLAH MEMULIAKAN MU karena kau amat sangat ISTIMEWA.
“Man lam yuhtamma biamril muslimiina falaisa minhum”, barang siapa yang tidak memiliki kepedulian terhadap urusan muslimin, maka ia bukan termasuk golongan mereka.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Berangkat dari hak seorang wanita, tugas dan amanah yang Allah berikan yang merujuk pada ayat Al-Quran dan hadist di atas, maka merupakan sebuah hak untuk wanita menyalurkan suara dalam pemilihan atau mencalon dirinya untuk dipilih. Bagi wanita yang kompeten, mereka memiliki hak untuk mengkritik dan mengawasi, karena dengan dua pekerjaan itu tercakup amal ma’ruf dan nahi munkar. Hak ini juga termasuk dalam kerangka memperhatikan urusan muslimin, dimana Rasul menetapkan memperhatikan urusan muslimin sebagai bentuk afiliasi terhadap jama’atul muslimin. Apalagi jika untuk urusan yang khusus berkaitan dengan kaum wanita, dimana kaum wanita tentunya lebih paham dari kaum laki-laki.
Dibenarkan pula seorang wanita menjadi pemimpin dalam wilayah kekuasaan yang khusus seperti kepala sekolah, kepala rumah sakit, lembaga-lembaga social, atau bahkan lembaga-lembaga ekonomi. Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab sebagaimana diketengahkan oleh Ibnu Hazm bahwasanya Umar pernah mengangkat As-Syifa’ untuk menjadi kepala pasar.
Namun, ada wilayah kekuasaan yang dilarang bagi kaum wanita untuk menjabatnya, yakni yang berkaitan dengan al-wilayatul uzhma (wilayah kekuasaan yang sifatnya menyeluruh) yakni khilafah (termasuk didalamnya adalah menjadi PRESIDEN, RATU, dan JABATAN SEJENIS).
Rasululloh berkata: Layyufliha koumuw wala u amrohumum ro atan, tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan kekuasaan mereka kepada seorang wanita (HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Ahmad).
Hadist ini dimaksudkan kepada cakupan wilayah yang sifatnya menyeluruh, bukan berkenaan dengan al-wilayah al-khoshshosh. Sebab Rasul mengucapkan ini adalah tatkala beliau mendengar kabar bahwa masyarakat Persia telah mengangkat Putri Kisra sebagai ratu mereka.
Nah, jadi sahabatku para wanita, wanita sholihah, para istri dan calon istri, para ibu dan calon ibu, telah terang benderang bahwa menjadi seorang politikus, perwakilan rakyat, atau sejenisnya dan bahkan menjadi pemimpin itu diperbolehkan, asalkan tidak dalam wilayah kekuasaan yang menyeluruh. Sesungguhnya Allah membatasi kita bukan karena tak percaya dengan kemampuan kita, namun karena kita adalah wanita teramat istimewa yang lebih banyak mendahulukan hati dan perasaannya dibandingkan akal dan logikanya J. Seorang wanita lebih peka dan sensitive, lebih lembut dan halus perangainya, maka berbuatlah dengan fitrah itu. Namun demikian, Seorang laki-laki, seorang pemimpin akan didampingi oleh seorang wanita yang kuat dan lembut, yang akan memberikan ketenangan dan kepercayaan kepadanya. Dan hanya wanita solhihah lah yang akan dipilih dan terpilih. Sebagaimana Khodijah Al-Kubra, marilah sahabatku kita berpolitik didalam rumah kita J mengarahkan, menenangkan, serta menyertai para suaminya untuk membuat keputusan yang Allah ridhoi, se-adil-adilnya dan sebijak-bijaknya. Bukan sebaliknya untuk memanasi suami untuk menumpuk harta dan menambah koleksi perhiasan L
Wanita yang masih sendiri, yang menjanda, yang masih gadis… Mari berlomba-lomba mendapatkan jodoh seorang pemimpin, bahkan Presiden J agar secara tidak langsung engkaupun ikut mengurus ummat secara keseluruhan, dengan keringat, darah, segep perhatian yang tercurah menyertai para suaminya.
Dibalik kesuksesan seorang laki-laki soleh nan hebat, pasti ada seorang wanita tegar nan sholihah yang menyertainya dan mencintainya. Berlian tak pernah jauh dari tangan seorang kaya-raya.
Allah memasangkan segalanya sesuai dengan derajat kepantasannya.
Jadi wanita, berjuanglah dan bersemangatlah. Peranmu dirindukan, peranmu dinantikan, majulah, dan tunjukanlah bahwa dirimu selain bisa dipimpin juga bisa memimpin. Wanita bergeraklah dan tundukanlah pandangan-pandangan jahil itu, tak ada yang berhak menyepelekan dan meremehkanmu. Namun demikian tetaplah dalam rumahmu tetaplah dalam fitrahmu, dengan penuh kerendahan hati, tetaplah dalam naungan suamimu atau orang tuamu dalam ketawaduan. Wanita kau begitu special, Tuhan memuliakanmu. Bahkan karena cintanya kepadamu, Allah mengabadikan mu dalam titah dan sabdanya, Ia namai “An-Nisa” bukan “Ar-Rijal”. Tersenyumlah wanita, wanita karir (pebisnis, guru, penulis, dokter, politisi, dll), wanita ibu rumah tangga (Ibu Negara, Pendidik Terbaik), wanita-wanita suci, mari memperbaiki diri menjadi wanita shalilah, kau satu-satunya perhiasan dunia yang paling MAHAL dan TAK TERBELI. Sekali lagi: ALLAH MEMULIAKAN MU karena kau amat sangat ISTIMEWA.
Ditulis oleh: Annisa Zahraa, pemerhati para muslimah J
ehehehehe….
Tulisan ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan:
Teteh mengapa sih ingin jadi istri PRESIDEN? Presiden loh the… ahahahha
0 komentar:
Posting Komentar