28 Maret 2016

Bagiku dan Selalu Begitu

Standard
Bagiku, keringat selalu jadi semacam bahagia....

Hari ini selalu ada bahagia, alhamdulillah tidak marah ke anak, tidak kesal, tahu kenapa? Karena bundanya sedang sariawan, walau kesal cukup istigfar, tidka ada kekuatan buat marah dan berteriak.... hehehehe

Ingat, beberapa hari lalu, bunda ketuk papan tulis berkali-kali dengan tongkat ukuran 30 cm, benar-benar lepas marah... selelsai itu menyesal... berusaha mengembalikan keadaan kelas yang mencekam menjadi hingar bingar lagi...

Oke, aku selalu berekspektasi bahwa kelas yang kondusif adalah kelas yang rapi, yang ketika guru menerangkan siswa bersodekap dengan antusias tekun dan penuh minat... aku sellau mengharapkan itu sebagai kondisi yang amat ideal...
Lalu jika pada nyatanya, anak malah sering berlomba dengan bundanya ketika bersuara, bahkan tiga kali menerangkan tak masuk juga karena anak sibuk dnegan kesibukannya, mulai dari mengganggu teman sampai berteriak dan berlari sana-sini. Baiklah...

Ada seorang anak mogok sekolah, "Mah, aku gak mau sekolah, di sekolah ada teman yang suka ganggu (banyak) ketika belajar, aku jadi gak fokus!"

Bagiku, kenakalan seorang anak adalah boleh, ya boleh, tapi... "nakal yang tidak mengganggu orang lain ketika belajar."
Ketika aku memiliki konsep ini, kelasku benar-benar diuji, beberapa yang nakal ya.. memang karena mengganggu teman yang lain, kadang suka kasihan kepada yang diganggu, "sabar ya nak, inilah jihadnya belajar harus kuat menghadapi teman yang Ma sya Allah, harus kita sayangi daripada dijauhi...."

Beberapa guru mengatakan kelasku kelas yang cukup kondusif, dan aku mengerti satu per satu sipat anak, bagaimana beberapa anak cukup membuat hari-hariku semakin berkeringat. Ya, mereka telah mengujiku, menguji kesabaranku, menguji ketulsan dan keikhlasanku, menguji prinsif hidupku....
mereka sebenarnya baik, dari rumah mereka adalah anak-anak yang baik, tidak ada satu pun anak yang tidak aku sayangi...

dulu sebelum ini, aku pernah mendeskriminasikan seorang anak, "Ya Allah kok ada anak begini?"
Tapi kucoba dekati (walaupun mulanya sangat takut dan enggan karena anak sering beraroma khas), mengaji bersama, diberi tambahan bersama, makan bersama, dan menemui ibu dan bapaknya.... akhirnya tumbuhlah cinta kepadanya, aku mencintainya kini, bahkan walupun ia tak menuliskan satu hurup pun hari ini, aku akn terus memakluminya, saat tiba-tiba hari itu ia dapat menyelasiakan tulisannya dengan susah payah, selesai satu wacana ditulisnya... walau tulisannya tidak terbaca, ma say Allah sennagnya....

hal yang menyenagkan memang sellau dari hal yang sulit seklai pada mulanya.

AKhir-akhir ini, aku merasa gagal menjadi diriku, mulai tidak nyaman dnegan pembelajaran di kelas, aku tidak cukup tahu untuk beberapa materi hapalan, ah apalagi mereka... aku gagal saat mereka bertanya dan aku menjawab tidka tahu...

aku menjadi manusia robot tanpa inovasi, tidak kreatif, dan membosankan, coba kalian pikir, aku harus datang ke kelas meneteng buku yang kubuka itu lagi itu lagi... ayo buka halaman sekian, kita belajar ini itu...

kemana larinya media? kemana larinya metode?
kemana?

inilah kejenuhan yang tidak hanya dirasakan olehku, tapi juga oleh anak-anakkku...

Bunda merasa gagal menajdi guru yang baik.

astagfirullah 'adzim...

Bagiku memang hal seperti ini sering datang, lalu aku ingin berhenti, dan ketika sudah berhenti lalu ingin skeolah, ada apa denganku ini?

Dua hari lalu, aku berkunjung ke rumah kakak, dengan anaknya 3,5 tahun 2 orang, aku menyaksikan bagaimana aktivitas anak sangat menjenuhkan, sehingga mereka mengganggu ayah ibunya... mereka merengek, mereka mencari perhatian dengan menangis minta jajan, atau menyebutkan barang-barang yang ingin mereka miliki...

ya, anak-anak kekurangan aktivitas belajar bersam aorang tuanya...
aku melihat sebagian anak yang lain beruntung, memiliki ayah atau ibu yang tahu "anak memerlukan aktivitas" yang menyenangkan...

aku sering merasa gagal ah kalau aku jadi ibu bagaimana aku, dan apa yang bisa aku lakukan pada mereka anakku...

Hari itu sedang keranjingan baca buku, dan keponakanku terus mengajakku bermain, bertanya ini itu, dan lainnya, mencari perhatianku, dan aku bibinya malah merasa terganggu dna asik dnegan bacaanku... setelah itu menyesal... aku telah salah...

Ya mungkin tidak tersirat kekecewaan mereka., tapi aku telah menyiakan masa emas mereka...
Hana dan Qoni berkali-kali bertanya seperti ini: "Bibi, bibi teh nuju naooooooooonnnnn?"

"Bibi nuju baca soleha..."

sudha sepuluh kali bertanya, aku baru tersadar itu bukan hanya sekedar tanya. Bagiku tentang anak-anak, selalu begitu: tahu bahwa mereka memerlukan yang terbaik, dan aku sellau salah memilih sikapku padanya... Allahu Rabbi, teguhkan dan kuatkanlah.

(Az, 28-03-2016)


0 komentar:

Posting Komentar