1 Januari 2014

Pencitraan?

Standard
Aneh, aneh sekali, saya terjangkit senang menulis di blog. Mari kita mulai lagi menulis dengan tanpa melirik. Sudah siap Zahraa?
Belum, belum siap.
Oke kenapa belum siap?
Karena kemarin juga lumayan lama, saya pegel, gak kuat ngetik lama-lama apalagi dengan metode 11 jari, ajarin dong ngetik pakai 10 jari.
Heum...
Bentar, kita ngetiknya 10 menit aja ya, editingnya 5 menit, bagaimana?
Oke boleh.
Sekarang siap?
Bentar belum siap.
Mmm...
Oke saya siap.

Dear pembaca budiman, kembali ke kehidupan Zahraa, Anda boleh dan bisa menebak bahagiamana sausana hati saya dari tulisan-tulisan ini, dan dari tulisan-tulisan setiap hari-harinya, bahkan yang amat perhatian dan bolehkah saya panggil sang  "kepo" namanya (saya senang di kepoin loh) silahkan baca sepuasnya, agar bermanfaat,  pantau terus saya disini oke Mr/Mrs. Kepo. Benar karena sangat benar, tulisan ini untuk kalian baca! Ngapain nulis pegel-pegel jika tak mau dibaca orang. Silahkan!  Tulisan ini mencerminkan siapa penulisnya. Tapi saya tidak peduli bagaimana "brand" saya lewat tulisan ini.

Terlanjur, sungguh terlanjur, Tere Liye telah lama merasuki pikiran saya untuk tidak cape-cape  menciptakan "brand". Karena biarlah Tuhan yang menilai, inilah saya apa adanya, anda suka syukur, tidak juga tidak apa-apa. Tidak memaksa, syukur jika tidak suka, dan langsung berani bilang komentar dan tentunya dengan adab dan tatacara yang dibolehkan, jangan bentak-bentak atau nampar, sakit soalnya.

Nah loh, berbicara mengenai profil seseorang. Banyak sekali orang yang berkata  bahwa kepribadian itu sesuatu yang terbentuk dari sikap-sikap yang konstan, kebiasaan.

Terus? Terus jika kita bertemu dengan seseorang yang hampir mendekati ideal, kita selalu berusaha nyari-nyari kesalahan orang itu. Biar di dihadapan kita itu, orang itu berperan selayaknya "manusia yang mesti harus punya cacat".

Nah loh, jika tiba-tiba kita nemui kecatatan dia, oh bahagianya. Lantas kita berkata "Lah ngapain nurut ama dia, wong dia juga gini-gini............."

Hallo, emang kamu siapa? Enak banget ngasih nilai. Dosen bukan, guru juga belum, apalagi Tuhan. Huh!

Sudah, sudah, saya hanya ingin bilang: saya sedkit tidak suka kepada orang yang sering menilai orang lain dari sisi buruknya, dengan melihat yang buruk terus diburukin (udah jatuh dijatuhin), lihat yang ingin berubah dan selalu berusaha menampilkan sisi baik, dikatai dengan kata "pencitraan". Hushhhh bukankah aib itu memang mesti ditutup-tutupi dan sama sekali bukan malah jadi kebanggaan, misal "aku ini manusia biasa dan punya perasaan suka sama cewek, yah aku sih seneng pacaran", Naudzubillah deh ini orang, udah salah bangga juga sama dosanya, amit-amit. Saya pikir orang yang punya aib lantas ditutup-tutupi, lalu berusaha untuk menghindari aib itu dan mau bertaubat mesti kadang kaya taubat sambal, dan terus berusaha mendekatkan diri pada Tuhan semampunya, semampunya, smeampunya, dan mohon perlindungan Allah itu bukan "pencitraan", melainkan berusaha untuk terus baik di mata Allah.

Eh, saya berkata begini apa karena saya sibuk menalai orang juga ya.
Waduh.
Tidak sama sekali, mohon maaf jika menyinggung, karena unek-unek ini sebenarnya sudah lama. Tapi sulit dikatakan.

Ah masih ada waktu 2 menit lagi, saya lanjutkan bahwa: berhentilah menilai orang lain, karena urusan nilai-menilai bukanlah urusan kita, eits, tapi mari sibukkan diri kita dengan kebaikannya, jika toh mearsa dia belum berbuat baik pada kita, mari kita berbuat baik padanya, atau kita ingin dekat dengannya namun bingung tidak menemukan caranya, "Duh bagaimana ya caranya biar dekat sama Zahraa?"

Mudah lah, tinggal kontak aja emailnya, fbnya, dan bilang "Zahraa, saya gak tahu bagaimana cara saya ingin dekat dengan kamu?"
Pasti saya tanya, "Kenapa ingin dekat dengan saya? Saya belum mandi, jadi bau, gak usah dekat."
Kamu mesti jawab begini biar lulus, "Karena saya ingin jadi temanmu, yang ingin berbagi kehidupan dengan namamu."
Cess, congratulation kamu lulus jadi teman saya, dan ayo berbagi cerita. Meskipun gak dapat hadiah, kaya berbagi cerita bersama Indomie, tapi dengan berbagi kita akan lebih bersyukur.
Sekian, waktu habis.
Az.

0 komentar:

Posting Komentar